12 December 2012

Trip to care-moon-java (2)

Bagian 2
Sesudah di pelabuhan, tidak berapa lama kami pun dijemput dengan mobil carry. Supirnya masih muda, cihuy. Nah... tujuan pertama setelah sampai di Karimunjawa adalah ke tempat penginapan atau homestay. Begitu sampai, kami disambut oleh istri mas Antok dan anak-anaknya yang ramah. Di teras depan rumah, telah tersaji hidangan untuk santapan makan siang. Ada gorengan ikan laut, tumis kangkung, irisan buah semangka yang merah merona, ditambah air kelapa yang berfungsi sebagai penetralisir racun (untuk mengurangi rasa pusing saat perjalanan). Berhubung sudah agak siang, kami pun tidak sungkan untuk mengisi piring dengan menu sesuai selera masing-masing.
Kami menyantap makanan bersama rombongan traveller lain di bawah meja kanopi yang melingkar bundar. Ternyata, mereka berasal dari berbagai daerah. Ada mas Boni dan Ibunya yang berasal dari Jogja (mas Boni ini anak UGM lho), dua lajang muda Jakarta, dan sepasang bapak dan anaknya yang beretnis Tionghoa, datang dari Surabaya. Kami berasal dari daerah yang bermacam-macam sehingga bahasa yang kami gunakan pun bervariasi dari mulai lo-gue, nduk genduk, sampe basa suroboyoan. Benar-benar heterogen.

Setelah puas dengan acara makan-makannya, kami diantar menuju sebuah pantai yang berjarak kurang lebih 5 km dari tempat penginapan (homestay). Nah saat perjalanan ini, tiba-tiba ada satu rombongan yang terjatuh dari motor. Motor itu tepat berada di belakang mobil "carry" sehingga saya bisa menyaksikan kronologis tergulingnya motor tersebut. Jadi, saat menaiki sebuah tanjakan yang curam dan sempit dalam perjalanan, sepeda motor itu terjatuh dan alhasil kedua penumpangnya, yaitu dua lajang Jakarta berteriak kaget. Untung saja, tidak ada luka yang serius. Karena kasihan, Ayah mengambil inisiatif untuk mengendarai mobil tersebut sampai ke pantai dan mereka berdua gantian menduduki jok Ayah di depan. 
Mbak Lusi dan mbak Benta adalah nama kedua wanita tersebut. Mereka ini berisiknya minta ampun saat di mobil. Mbak Benta berkulit hitam eksotis dan paling vulgar karena kerap hanya mengenakan bikini saja saat berenang. Iya, BIKINI. Tapi dia pribumi asli.
Sedang mbak Lusi, dia berperawakan gendut, pendek, dan berambut keriting. Ia sering melontarkan lelucon yang mampu membuat gerombolan traveller lainnya tertawa terpingkal-pingkal. Dia pulalah penyebab motor terguling waktu mendaki tanjakan curam menuju pantai tersebut. Maklum, akses ke pantai itu belum didukung fasilitas jalan yang memadai.
Herannya, kalau biasanya pintu masuk wisata dijaga oleh orang-orang dari dinas pariwisata, namun di Karimunjawa pintu masuknya dijaga oleh nenek tua yang berjaga di bawah gubuk. Tidak ada gapura 'selamat datang' atau apapun, melainkan sebuah patok kayu untuk penanda jalan. 
Rasa heran itu sirna ketika saya sudah sampai di pantai 
i-forget-the-name-but-it's-so-beautiful. Di depan  saya terhadang pemandangan pantai yang pasirnya berwarna putih, airnya yang sangat bening, sampai-sampai koral di dasar laut dapat terlihat jelas, langit yang meneduhi pantai itu sangat cerah, karena tidak ada awan yang menghalangi. 
Di tepian pantai banyak berjejer warung-warung kecil yang menjual kopi dan air kelapa. Teriknya sinar matahari yang menyengat membuat saya duduk-duduk di bawah pohon, sambil menikmati air kelapa lengkap dengan batoknya. Nikmat!



Setelah cuaca agak mendingan, saya berjalan-jalan di pinggiran pantai. Sepupu mencipratkan air ke baju saya sampai basah. Lalu, kami pun mencoba membuat istana pasir, tapi berkali-kali roboh. Lantaran hari sudah sore dan rombongan sudah merasa kelelahan, kami pun diantar menuju homestay kembali. Rupanya mas Anto tidak mau menyiksa kami dulu sehingga ia mengijinkan sore dan malam itu untuk kami gunakan beristirahat.
Malamnya, karena bosan, saya meminjam sepeda milik Mas Anto untuk berkeliling di alun-alun kecamatan. Jalan di pulau itu cukup simpel dan mudah dihafal, sehingga mau pergi kemanapun ujung-ujungnya akan bertemu alun-alun -_- Uniknya, listrik di Karimunjawa ini hanya dinyalakan pada malam hari, itupun dengan menggunakan genset (bermesin diesel). Tak ayal, meskipun udara di luar panas tak tertahankan, saya tidak dapat menikmati udara sejuk dari kipas angin. Lucu ya, betapa hal kecil yang sering kita anggap sepele akan menjadi sesuatu yang kita rindukan ketika berada di tempat lain. 

Mau tahu petualangan saya selanjutnya? Stay tune, guys. I'll be back soon :D



0 comment: