06 February 2013


Message to: 08173xxxxx
(alm.) Sinta Amalia Ichsani 

Aku baru selesai membaca novel berjudul “Maddah”, ketika tiba-tiba ingatanku melayang padamu, wahai sahabat. Novel tersebut adalah novel ciptaan Risa Saraswati, yang aku pinjam dari seorang teman. Novel itu bercerita tentang Risa, sang penulis yang terlahir dengan bakat istimewa, ia mampu melihat bahkan berkomunikasi dengan “mereka” --yang hidup dalam dimensi lain--. Bakat itu lah yang menuntun Risa kecil menjalin persahabatan dengan 5 orang hantu Belanda bernama Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen. Sampai ia menginjak usia remaja, kelima teman tersebut terus setia menemani Risa ke mana pun.  Pada suatu ketika, sang hantu cilik memutuskan untuk menjauh dari Risa karena suatu alasan. Bertahun lamanya, hidup Risa sepi karena ditinggal oleh sahabat-sahabatnya yang ia sayangi. Ia terus mencoba berbagai cara namun tidak satupun membuahkan hasil. Akhirnya, mereka luluh dan mau menampakkan diri lagi setelah Risa menyanyikan lagu kesukaan mereka semasa kecil. Selain kisah persahabatan, juga ditampilkan beberapa kisah mengenai para hantu yang ternyata memang ada di sekitar kita. Pada akhirnya, aku pun belajar untuk tidak menyia-nyiakan hidup ini, karena hidup begitu berharga.

Sebenarnya aku iri dengan Risa. Ia bisa berkomunikasi dengan makhluk yang tidak kasat mata. Aku ingin memiliki kemampuan yang dimiliki Risa, seperti juga keinginanku untuk bisa berkomunikasi denganmu walau kita sudah terhalang dunia yang berbeda.
Hidup ini penuh lika-liku. Dulu, aku sempat membayangkan bahwa hidup orang dewasa sangat membosankan. Ternyata, semua itu benar. Aku tidak bisa tertawa sepuasku,  bertutur kata serta bertindak semau hatiku, dan banyak lagi. Selalu ada batasan bagi manusia dewasa untuk berbuat benar. Atau, kalau tidak akan dianggap eksentrik.

Ujian Nasional akan datang. Aku tidak mampu menyimpulkan apakah diriku sudah siap atau belum. Aku merasa kepalaku yang berat seperti ditekan dari beberapa arah secara bersamaan. Seharusnya, jika takdir tidak berkata lain, kita bisa mewujudkan impian kita masing-masing. Aku ingat benar bahwa salah satu impianmu adalah memakai jaket almamater kuning, jurusan ekonomi islam. Kabar baiknya, jurusan itu juga telah dibuka untuk umum.

Orang bilang orang pintar minum tolak angin *eh. Maksudku, banyak orang di luar sana bilang bahwa tidak ada persahabatan yang nyata. Yang ada hanya sebatas pertemanan yang terjalin dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Lagi-lagi batas, batas ruang dan waktu yang membuat hubungan itu tidak berlangsung lama. Tapi anggapan mereka tidak sepenuhnya benar. Persahabatan sejati itu tercipta bukan dari rasa membutuhkan, tapi dibutuhkan oleh satu sama lain. Tolak ukurnya adalah waktu. Bukankah kita tidak pernah bosan bertemu selama tujuh tahun terakhir? Heheh.

Oh ya, aku juga sering merasa bahwa kau sebenarnya tidak jauh, kau mengawasiku, melihatku, menyamakan langkahmu denganku. Terkadang aku pun lupa, seiring dengan memoriku yang terlalu cepat menguap. Ya, sudahlah.

Aku rindu. Amat-amat rindu.

2 comment:

Vivid Virginia said...


Message to: 08173xxxxx
(alm.) Sinta Amalia Ichsani 

Aku baru selesai membaca novel berjudul “Maddah”, ketika tiba-tiba ingatanku melayang padamu, wahai sahabat. Novel tersebut adalah novel ciptaan Risa Saraswati, yang aku pinjam dari seorang teman. Novel itu bercerita tentang Risa, sang penulis yang terlahir dengan bakat istimewa, ia mampu melihat bahkan berkomunikasi dengan “mereka” --yang hidup dalam dimensi lain--. Bakat itu lah yang menuntun Risa kecil menjalin persahabatan dengan 5 orang hantu Belanda bernama Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen. Sampai ia menginjak usia remaja, kelima teman tersebut terus setia menemani Risa ke mana pun.  Pada suatu ketika, sang hantu cilik memutuskan untuk menjauh dari Risa karena suatu alasan. Bertahun lamanya, hidup Risa sepi karena ditinggal oleh sahabat-sahabatnya yang ia sayangi. Ia terus mencoba berbagai cara namun tidak satupun membuahkan hasil. Akhirnya, mereka luluh dan mau menampakkan diri lagi setelah Risa menyanyikan lagu kesukaan mereka semasa kecil. Selain kisah persahabatan, juga ditampilkan beberapa kisah mengenai para hantu yang ternyata memang ada di sekitar kita. Pada akhirnya, aku pun belajar untuk tidak menyia-nyiakan hidup ini, karena hidup begitu berharga.

Sebenarnya aku iri dengan Risa. Ia bisa berkomunikasi dengan makhluk yang tidak kasat mata. Aku ingin memiliki kemampuan yang dimiliki Risa, seperti juga keinginanku untuk bisa berkomunikasi denganmu walau kita sudah terhalang dunia yang berbeda.
Hidup ini penuh lika-liku. Dulu, aku sempat membayangkan bahwa hidup orang dewasa sangat membosankan. Ternyata, semua itu benar. Aku tidak bisa tertawa sepuasku,  bertutur kata serta bertindak semau hatiku, dan banyak lagi. Selalu ada batasan bagi manusia dewasa untuk berbuat benar. Atau, kalau tidak akan dianggap eksentrik.

Ujian Nasional akan datang. Aku tidak mampu menyimpulkan apakah diriku sudah siap atau belum. Aku merasa kepalaku yang berat seperti ditekan dari beberapa arah secara bersamaan. Seharusnya, jika takdir tidak berkata lain, kita bisa mewujudkan impian kita masing-masing. Aku ingat benar bahwa salah satu impianmu adalah memakai jaket almamater kuning, jurusan ekonomi islam. Kabar baiknya, jurusan itu juga telah dibuka untuk umum.

Orang bilang orang pintar minum tolak angin *eh. Maksudku, banyak orang di luar sana bilang bahwa tidak ada persahabatan yang nyata. Yang ada hanya sebatas pertemanan yang terjalin dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Lagi-lagi batas, batas ruang dan waktu yang membuat hubungan itu tidak berlangsung lama. Tapi anggapan mereka tidak sepenuhnya benar. Persahabatan sejati itu tercipta bukan dari rasa membutuhkan, tapi dibutuhkan oleh satu sama lain. Tolak ukurnya adalah waktu. Bukankah kita tidak pernah bosan bertemu selama tujuh tahun terakhir? Heheh.

Oh ya, aku juga sering merasa bahwa kau sebenarnya tidak jauh, kau mengawasiku, melihatku, menyamakan langkahmu denganku. Terkadang aku pun lupa, seiring dengan memoriku yang terlalu cepat menguap. Ya, sudahlah.

Aku rindu. Amat-amat rindu.

Siska Septian Andriyani said...


Message to: 08173xxxxx
(alm.) Sinta Amalia Ichsani 

Aku baru selesai membaca novel berjudul “Maddah”, ketika tiba-tiba ingatanku melayang padamu, wahai sahabat. Novel tersebut adalah novel ciptaan Risa Saraswati, yang aku pinjam dari seorang teman. Novel itu bercerita tentang Risa, sang penulis yang terlahir dengan bakat istimewa, ia mampu melihat bahkan berkomunikasi dengan “mereka” --yang hidup dalam dimensi lain--. Bakat itu lah yang menuntun Risa kecil menjalin persahabatan dengan 5 orang hantu Belanda bernama Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen. Sampai ia menginjak usia remaja, kelima teman tersebut terus setia menemani Risa ke mana pun.  Pada suatu ketika, sang hantu cilik memutuskan untuk menjauh dari Risa karena suatu alasan. Bertahun lamanya, hidup Risa sepi karena ditinggal oleh sahabat-sahabatnya yang ia sayangi. Ia terus mencoba berbagai cara namun tidak satupun membuahkan hasil. Akhirnya, mereka luluh dan mau menampakkan diri lagi setelah Risa menyanyikan lagu kesukaan mereka semasa kecil. Selain kisah persahabatan, juga ditampilkan beberapa kisah mengenai para hantu yang ternyata memang ada di sekitar kita. Pada akhirnya, aku pun belajar untuk tidak menyia-nyiakan hidup ini, karena hidup begitu berharga.

Sebenarnya aku iri dengan Risa. Ia bisa berkomunikasi dengan makhluk yang tidak kasat mata. Aku ingin memiliki kemampuan yang dimiliki Risa, seperti juga keinginanku untuk bisa berkomunikasi denganmu walau kita sudah terhalang dunia yang berbeda.
Hidup ini penuh lika-liku. Dulu, aku sempat membayangkan bahwa hidup orang dewasa sangat membosankan. Ternyata, semua itu benar. Aku tidak bisa tertawa sepuasku,  bertutur kata serta bertindak semau hatiku, dan banyak lagi. Selalu ada batasan bagi manusia dewasa untuk berbuat benar. Atau, kalau tidak akan dianggap eksentrik.

Ujian Nasional akan datang. Aku tidak mampu menyimpulkan apakah diriku sudah siap atau belum. Aku merasa kepalaku yang berat seperti ditekan dari beberapa arah secara bersamaan. Seharusnya, jika takdir tidak berkata lain, kita bisa mewujudkan impian kita masing-masing. Aku ingat benar bahwa salah satu impianmu adalah memakai jaket almamater kuning, jurusan ekonomi islam. Kabar baiknya, jurusan itu juga telah dibuka untuk umum.

Orang bilang orang pintar minum tolak angin *eh. Maksudku, banyak orang di luar sana bilang bahwa tidak ada persahabatan yang nyata. Yang ada hanya sebatas pertemanan yang terjalin dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Lagi-lagi batas, batas ruang dan waktu yang membuat hubungan itu tidak berlangsung lama. Tapi anggapan mereka tidak sepenuhnya benar. Persahabatan sejati itu tercipta bukan dari rasa membutuhkan, tapi dibutuhkan oleh satu sama lain. Tolak ukurnya adalah waktu. Bukankah kita tidak pernah bosan bertemu selama tujuh tahun terakhir? Heheh.

Oh ya, aku juga sering merasa bahwa kau sebenarnya tidak jauh, kau mengawasiku, melihatku, menyamakan langkahmu denganku. Terkadang aku pun lupa, seiring dengan memoriku yang terlalu cepat menguap. Ya, sudahlah.

Aku rindu. Amat-amat rindu.