28 April 2015

THAILAND TRIP


Kali ini, saya akan membahas tentang pengalaman field trip saya selama di Thailand. Menurut saya yang belum pernah mengunjungi negeri gajah putih ini sebelumnya, Thailand adalah destinasi yang paling menarik dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Paket wisata yang ada dikemas dengan cara yang menarik sehingga tidak membuat pengunjung bosan. Selain itu, objek wisata di Thailand lebih terorganisir dan juga lebih dijaga kebersihannya. Pemerintah Thailand akhir-akhir ini memang telah menggiatkan promosi wisatanya untuk menghasilkan devisa negara. Namun menurut saya, destinasi wisata di Indonesia sebenarnya tidak kalah menarik kok hanya perlu dikelola lebih baik lagi dalam hal sarana prasarana dan kebersihannya.
Ya, lanjut lagi ke kereta menuju Hat Yai yang mengalami delay, kami pun akhirnya sampai di Hat Yai, sebuah kota kecil yang terletak di perbatasan Malaysia dan Thailand. Sehingga banyak juga penduduk suku Melayu yang melakukan perniagaan di kota ini. Hal yang paling saya ingat dari trip ini adalah sangat seringnya kami turun di pom bensin terdekat untuk numpang pipis di kamar mandi dan juga mencari 7 eleven!. Jadi karena local tour yang kami ikuti tidak menyediakan fasilitas makan dalam itinerary nya, maka jadilah kami semua langganan setia 7 eleven karena perut kami yang sering kelaparan. Meskipun tidak mengerti dengan bahasa setempat, kami pun menggunakan bahasa tarzan ala kadarnya. Tetapi yang perlu diwaspadai adalah makanan di Thailand ini banyak mengandung daging babi (pork). Sehingga untuk orang muslim seperti saya harus lebih selektif lagi untuk memilih makanan. Pernah karena kebodohan saya sendiri, saya mengambil sepotong Hawaian Pizza dalam kemasan. Karena pizza tersebut tidak bertuliskan pork, maka saya pun masa bodoh dan langsung mengambilnya dari rak. Setelah setengah habis memakannya, saya pun baru sadar untuk membaca komposisi pizza tersebut dan benar ternyata ada kandungan pork bolognaise yang menjadi topping pizza. Akhirnya, saya pun terpaksa menguliti potongan daging yang tersisa dan makan bawang bombay serta saus tomat yang ada.
Perjalanan dari Hat Yai ke Phuket memakan waktu sekitar 8 jam perjalanan normal dan 9,5 jam perjalanan untuk kami yang mampir berkali-kali di 7 eleven. Pantat rasanya mau tepos karena saking lamanya berada dalam bus. Beruntung karena kami mendapat tour guide yang sangat atraktif bernama Kak Ros. Dia sering mengundang kami untuk main game dan nyanyi karaoke lagu-lagu Thailand yang kami sendiri tidak tahu artinya.
Setelah sampai di Phuket, kami pun check-in hotel. Beberapa teman saya masih sempat keluar hotel untuk mencari street food snack, namun saya sih lebih memilih pulau kapuk alias kasur untuk menjadi tempat tujuan saya. Hehehe.
Keesokan harinya, kami berangkat pagi-pagi sekali ke pelabuhan agar dapat sampai ke Phi-Phi
Island. Inilah surga Thailand yang kata orang mirip seperti Raja Ampat di Indonesia. Deretan batu karang, pasir pantai yang putih bersih, serta beberapa yatch dan speed boat berjajar rapi merupakan pemandangan yang dapat kita temui selama mengunjungi Phi-Phi Island ini. Saat itu, kami menggunakan kapal ferry dan dibutuhkan perjalanan yang cukup lama sekitar 2,5 jam untuk dapat sampai ke Phi-Phi Island. Sesampainya di tujuan pertama yaitu Maya Beach, penumpang diberi kesempatan untuk snorkeling dengan alat-alat yang disediakan oleh awak kapal. Selain enak untuk dibuat snorkeling, deretan karang di Maya Beach ini sangat eksotis untuk dijadikan background foto.


Setelah berhenti selama 1 jam, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke pulau terbesar dan utama dari kepulauan ini yaitu Phi-Phi Don Island. Di sini, kami mendapatkan jamuan makan siang dengan menu makanan Thailand yang menggugah selera. Setelah makan, saya pun berkeinginan untuk menjajal pasir putih di tepi pantai Phi-Phi Don. Air laut disini sangat jernih sehingga dari pinggir pantai pun saya dapat melihat gerombolan ikan kecil yang berkerumun di dekat kaki saya. Setelah itu, tidak lupa kami pun melihat-lihat oleh-oleh yang dijual di berbagai toko di samping kanan dan kiri jalan. Namun menurut tour guide kami, harga souvenir yang dijual disini lebih mahal dua kali lipat daripada di daerah lainnya. Sehingga kami hanya melihat-lihat saja.
Dari Phi-Phi Don Island, kami kembali ke ferry untuk perjalanan pulang. Perjalanan langsung dilanjutkan menuju Pattaya yang berjarak kurang lebih 12 jam perjalanan dari Phuket (seperti Surabaya-Jakarta). Sebenarnya, fisik kami sudah sangat lelah saat itu karena diforsir dengan perjalanan panjang yan sangat melelahkan. But, trip must go on! Kalau sudah seperti ini, hanya tolak angin lah yang menjadi andalan. Hehehe. Sebelum menuju ke Pattaya, kami sempat mampir ke pusat oleh-oleh Madunan dan makan malam di sebuah restoran.
Kami sampai di Pattaya pada jam 12 siang keesokan harinya dan pada hari itu pula, kami berganti local guide. Setelah check-in hotel dan istirahat sebentar, malamnya kami pun langsung mengunjungi Alcazar Cabaret Show dan Hard Rock Souvenir Shop. Local guide yang mendampingi kami kali ini adalah seorang lady boy bernama Anna. Awalnya, banyak dari teman saya terutama yang cowok takut untuk ngobrol dengan Anna namun lama-lama kami pun lebih terbiasa dan sering ngobrol dengannya. Meskipun sedikit cuek, Anna ini cukup baik dan lucu. Dia selalu membangunkan peserta tour dengan panggilan “Kring.... Kring....!!” seperti bunyi telepon, namun ketika dia yang melafalkan, pengucapannya berubah menjadi “Kerrriiiing... kerrriiiing... ayo bangooon!”. Bahkan sampai hari terakhir di Thailand pun kami sempat merekam kata tersebut dan menjadi guyonan kami bersama saat ada di negara selanjutnya.

 Oh yaa, Alcazar Cabaret Show yang kami tonton ini adalah pertunjukan tari-tarian dan musik yang kebanyakan diperankan oleh kaum transgender atau banci. Anna, tour guide kami tersebut, juga bekerja menjadi pemeran Cabaret Show tersebut. Namun saat itu kami tidak melihat dia tampil. Keesokan harinya, perjalanan cukup panjang karena kami harus mengunjungi Gems Gallery, Noong Noch Garden, Laser Buddha,  Silver Lake, Bee Farm dan Dry Food Market.
Tempat yang cukup unik menurut saya adalah Gems Gallery. Disini merupakan tempat penjualan perhiasan yang dimiliki oleh pemerintah Thailand. Namun yang menarik dari sini adalah pengemasan penjualannya. Jadi, pengunjung tidak hanya ditawarkan perhiasan, namun juga diajak untuk menaiki kereta berjalan dan melihat proses pembuatan perhiasan dengan efek-efek seperti hologram dan permainan cahaya yang cukup menarik. Setelah selesai menaiki kereta, pengunjung akan melihat proses pembuatan yang dilakukan oleh ahli secara langsung. Baru setelah itu, pengunjung melewati deretan perhiasan dari kisaran harga 1500 bath hingga ratusan ribu bath. Ada pula tempat penjualan souvenir yang menjual tas, baju, kain, dengan motif dan bahan yang unik. Setelah memasuki Gems Gallery, pengunjung yang  mengisi form feedback akan diberi free complimentary drink. Ini adalah salah satu bentuk penjualan yang menarik dimana pengunjung tidak dipaksa untuk membeli namun dibuat tertarik lebih dulu dengan produk dan proses pembuatannya.
 Noong Noch Garden adalah kebun botani yang dimiliki oleh seseorang yang kaya di Thailand, yaitu Noong Noch. Saat ada di sini, kami disuguhi pertunjukan tari-tarian dan sirkus gajah. Setelah itu, kami makan siang dan melanjutkan perjalanan ke Laser Buddha dan Silver Lake yang berada tidak jauh dari Noong Noch Garden. Laser Buddha awalnya adalah sebuah gunung yang dikepras kemudian diberi ukiran emas dengan gambar Buddha yang sedang duduk. Tempat ini adalah persembahan ulang tahun dari anak raja untuk ayahnya. Sedangkan, Silver Lake merupakan tempat perkebunan anggur dengan danau yang ada di tengah-tengah perkebunan tersebut. Konon, air di danau ini akan berubah menjadi Silver saat sore hari menjelang matahari terbenam. Kami hanya berfoto-foto sebentar di dua tempat tersebut untuk mengejar perjalanan menuju Bangkok.



And here we are, kami akhirnya sampai di ibukota Thailand yaitu Bangkok. Hal pertama yang saya simpulkan dari Bangkok adalah kota metropolitan yang cukup macet dengan banyak tiang beton di dalamnya. Ya, tidak heran karena Bangkok memiliki jembatan layang dan gedung pencakar langit yang sangat banyak. Saat berada di Bangkok, kami mengunjungi Asiatique The River Front, Wat Pho, Madam Tussauds, dan Mall Platinum. Asiatique adalah tempat yang pas untuk Anda membeli oleh-oleh berupa kerajinan tangan thailand, baju, dan lain sebagainya. Terdapat bianglala cantik yang berdiri megah di pinggir sungai Chao Praya. Sedangkan Wat Pho adalah salah satu kuil yang sangat terkenal karena di dalamnya terdapat patung Budha Tidur terbesar di dunia. Setelah mengunjungi tempat-tempat tersebut, kami pun dibawa ke Mall Platinum dan Madame Tussauds. 
Wat Pho

Madame Tussauds

Madame Tussauds merupakan museum patung lilin dari tokoh-tokoh terkenal di dunia ini, seperti Ir. Soekarno, Mahatma Gandi, Obama, dan banyak lagi tokoh lainnya. Yang tidak kalah mengasyikkan adalah ketika kami berkeliling Mall Platinum untuk shopping. Bangkok memang surga bagi para wanita terutama mereka yang suka berbelanja. Tidak heran karena harga pakaian disini bisa setengah kali harga di Indonesia dan bahkan bisa lebih murah jika kita piawai dalam menawar! Tapi siap-siap saja untuk dimarahi oleh pemilik toko, jika kita sudah menawar tapi tidak jadi membelinya. Hihihi :D
 Tetapi yang paling saya ingat itu adalah tiba-tiba langit Thailand pagi itu menjadi hitam pekat dan menurut tour guide kami saat itu terjadi badai. Hujan turun dengan deras sehingga kami semua terlantar di Wat Pho. Area luar Wat Pho sempat banjir dan kami pun harus menenteng bawaan kami melewati banjir tersebut. Tujuan kami sebelumnya adalah Grand Palace dan Wat Arun. Namun karena kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan tour di luar ruangan, akhirnya jadilah kami semua pergi ke mall! Hahaha. Lalu kami juga sempat mencoba naik tuk-tuk, yaitu kendaraan umum khas Thailand yang  mirip seperti bajaj. Tuk-tuk ini dapat ditawar dengan harga 150 bath (sekitar Rp. 60.000) dari mall MBK ke mall platinum. Driver tuk-tuk ini benar-benar lihai dalam mengendarai tuk-tuk sehingga kami dapat melewati jalan yang begitu macet dan malah dialihkan oleh driver menuju perkampungan penduduk untuk menghindari macet tersebut. Pokoknya siap-siap spot jantung karena tuk-tuk ini jalannya sangat ngebut! 
Selfie inside tuk-tuk!





Akhirnya jalan-jalan kami di Thailand harus berakhir dan kami harus melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya yaitu Vietnam. Pantau terus perjalanan kami ya.... 


ASEAN GET AWAY


Banyak orang melakukan travelling dengan tujuan tertentu, entah untuk mengeksplor hal baru, menemukan jati diri, atau untuk melepas penat dari rutinitas sehari-hari. Beberapa waktu yang lalu, saya pun mendapat kesempatan untuk melakukan international field trip bersama teman jurusan saya di IHTB Universitas Ciputra. Tujuannya sih selain untuk jalan-jalan, juga untuk mengamati bagaimana pengembangan pariwisata di negara tujuan field trip ini. Terdapat 18 anak yang mengikuti field trip ke ASEAN. Jadi, tempat yang kami kunjungi adalah negara-negara di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Singapore, dan Vietnam
Banyak pengalaman pahit maupun manis yang saya alami selama menjalani field trip ini. Sebagian besar pengalaman tersebut sangat menguji mental saya. Saya akhirnya sependapat dengan kata orang yang bilang bahwa dengan travelling, kita dapat mengetahui karakter dan kepribadian asli dari orang-orang. Karena banyak pengalaman yang tidak terduga yang dapat kita alami kapan pun selama melakukan travelling. Shit happens anywhere anytime, kata dosen saya. But shit is just a part of  journeys and there’s even a lot of things to be thankful for, right?
Di sinilah saya merasakan untuk pertama kali bagaimana rasanya overnight di bandara selama 6 jam untuk menunggu penerbangan selanjutnya. Ya, penerbangan kami dari Surabaya ke Kuala Lumpur adalah penerbangan terakhir jam 21.40. Kami tiba di bandara KLIA 2 pada pukul 00.40 waktu setempat. Penerbangan selanjutnya ke Alor Setar adalah jam 07.15 pagi. Alhasil, kami pun menunggu di bandara sambil mencuri-curi tidur di berbagai tempat. Waktu itu saya sempat tiduran di kursi restoran Quizin. Restoran ini adalah restoran yang buka 24 jam dan merupakan salah satu restoran di bandara KLIA 2 yang sering direkomendasikan oeh para backpacker. Apalagi kalau tidak karena harganya yang murah. Untuk seporsi nasi lemak dan es teh lemon, pengunjung hanya perlu mengeluarkan uang sebesar 14,9 ringgit (kisaran 50 ribu rupiah). Tapi jangan ditanya, porsinya mantab sekali gan!
Nasi Lemakkk! (Quizin KLIA 2)
Selama kunjungan kami di Malaysia selama 2 hari, kami melakukan kunjungan visitasi ke Universiti Utara Malaysia (UUM) untuk studi banding. Selama kurun waktu tersebut, saya berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswi disana dan juga diajak untuk main go-kart di arena balap mereka. Saya juga menginap di dormitory UUM seperti mahasiswa UUM lainnya. Di sini, dormitory cewek dan cowok dipisah, fasilitas yang disediakan cukup sederhana. Namun saya dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang perantau yang jauh keluarga. Asrama ini memiliki beberapa lantai dan rata-rata hanya dihuni oleh beberapa orang mahasiswa, sehingga saat malam hari suasana asrama menjadi cukup mencekam karena hanya beberapa lampu di lantai bawah yang dinyalakan. Selain itu, kamar mandi dalam asrama ini adalah kamar mandi luar yang terdiri dari beberapa bilik. Saat teman saya mandi dan dia lupa mematikan kran, hasilnya terjadi banjir di kamar mandi lainnya dan sandal saya sampai bisa terhanyut!

Setelah melakukan studi banding, kami bersama diajak untuk mengunjungi Paddy Museum, sebuah museum yang menyimpan berbagai koleksi tentang jenis-jenis padi yang ada di berbagai belahan dunia. Saat menapaki tangga di dalam gua buatan, pengunjung dapat melihat lukisan pemandangan sawah dan pedesaan yang terhampar luas. Lukisan ini dibuat menyerupai pemandangan aslinya. Lalu, pengunjung hanya cukup diam di tempat karena lantai tersebut dapat berputar dan kita dapat melihat lukisan tersebut dengan lebih santai. Setelah dari Paddy Museum, kami mengunjungi Alor Setar Tower yang jaraknya sekitar 1 jam perjalanan dari kampus UUM. Kami dapat melihat suasana kota dan cahaya temaram dari lampu kendaraan dan perumahan saat malam. Di sini, kami juga menikmati jamuan santap malam yang sangat nikmat bersama dengan para dosen serta dekan dari UUM. 


Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan menuju Langkawi. Perjalanan ditempuh dengan menggunakan ferry dari Kuala Kedah selama 1,5 jam. Sesampainya di Langkawi, kami disambut oleh seorang local guide dan kami dibawa menuju tempat pembuatan minyak gamat, minyak asli khas Langkawi yang bermanfaat untuk menghilangkan luka ringan di kulit. Setelah itu, kami pun diajak untuk mengunjungi Cable Car tercuram di dunia yang ada di daerah Langkawi. Banyak atraksi yang dapat kami saksikan di wahana ini. Antara lain area bioskop 3D yang membawa kami untuk melakukan perjalanan luar angkasa, serta cable car dimana kami dapat melihat keindahan Pulau Langkawi dari atas, mulai dari pemandangan pantai dengan gradasi biru hijau,  kapal-kapal yang bersandar di tepi pantai, gunung serta air terjun yang sudah mengering sehingga menampakkan pemandangan batu-batu dan tebing kecoklatan. Setelah puas mengunjungi Cable Car, kami pun diajak untuk membeli oleh-oleh di Coco Valley dan Pusat Perbelanjaan Kuah. Oleh-oleh yang terkenal dari Langkawi adalah cokelat. Harga cokelat disini relatif lebih murah daripada tempat lain. Setelah hari mulai sore, kami pun kembali ke pelabuhan Kuala Kedah.
Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan dari Alor Setar menuju Hat Yai (perbatasan Malaysia dan Thailand). Kali ini, kami pun menjajal moda transportasi kereta api. Saat melewati perbatasan imigrasi Malaysia-Thailand di Padang Besar, kami diturunkan untuk mengisi form imigrasi dan didata oleh pihak imigrasi setempat. Karena khawatir bagasi yang tertinggal di kereta api, salah satu teman saya sampai tidak mau turun dari kereta. Namun, petugas kereta api akhirnya menyuruh dia keluar. Pesan yang ingin saya sampaikan waktu melewati imigrasi ini adalah Anda harus super duper sabar karena kereta yang dikabarkan akan berangkat kembali satu jam harus molor sampai dua jam lamanya! Ya, akhirnya kami pun harus menunggu sambil bermain kartu dan kelesotan di ruang tunggu di kantor imigrasi tersebut. Belum lagi, setelah kereta kembali, kami pun harus menunggu keberangkatan kereta selama hampir 1 jam karena karena petugasnya bilang ada macet  (Hari gini kereta ada macet juga ya ckckck!). Ya, dan akhirnya kereta yang dijadwalkan sampai di Hat Yai jam 10.00 pun baru sampai sekitar pukul 14.00.

10 July 2014

Kawah Ijen and The Not-So-Amazing Experience Behind It!



Hidup di tengah keluarga yang suka berpetualang membuat saya bersyukur, dan juga ngeri. Iya, ngeri. Karena seringkali keluarga saya memilih untuk melancong ke tempat-tempat yang jarang dijangkau, aneh, bahkan cenderung ekstrem. Seperti saat tahun baru 2014 kemarin, kami memilih untuk berpetualang mendaki Kawah Ijen.

Kawah Ijen? Mungkin sebagian dari kalian belum akrab dengan tempat eksotis yang satu ini. Kawah Ijen merupakan sebuah kawah vulkano aktif yang berlokasi di perbatasan antara Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi. Jika ingin mencapai tempat ini, kita harus menempuh perjalanan kurang lebih 6-7 jam dari Surabaya. Kami berangkat dari Surabaya pada tanggal 31 Desember, dan rencananya kami akan menginap semalam di Kota Bondowoso, baru setelah itu melanjutkan perjalanan kembali ke Kawah Ijen.

Kata orang, life will never run as smooth as we want. Tiba-tiba di tengah perjalanan, mobil Jeep yang kami gunakan mogok !!!. Alhasil kami pun harus menunggu teknisi untuk mengecek kondisi mobil tersebut. 

Untuk mengusir kebosanan sembari menunggu, saya pun ber selfie-selfie ria di pinggir jalan tol. Yay! 

 
Iya. Itu mobil derek!
Little Kurcaci
Ternyata, mobil Jeep yang kami tumpangi kondisinya sangat buruk dan tidak bisa digunakan lagi. Karena itu, Ayah menyewa mobil milik temannya dan perjalanan pun bisa dilanjutkan.

Setelah dari tol Sidoarjo, kami melewati kota Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, baru bisa sampai di Bondowoso. Malam sudah pekat saat kami sampai di kota kecil yang sepi ini. Kami pun bergegas mencari hotel untuk menginap dengan berbekal GPS dan internet. Memang, kami belum sempat mem-booking hotel sebelumnya. Sebuah kebiasaan buruk yang seringkali membuat kami terlantar karena tidak mendapat hotel. Ketika sudah begini, biasanya kami akan menumpang tidur di masjid atau pom bensin terdekat. Namun beruntung, kami masih mendapat hotel di pusat kota Bondowoso dengan fasilitas yang lumayan dan harga terjangkau.

Kesan malam tahun baru yang biasanya identik dengan keramaian dan huru-hara, sama sekali tidak kami rasakan saat berada di kota Bondowoso ini. Tidak ada pesta kembang api. Tidak juga arak-arakan motor sepanjang jalan dan acara hitung mundur untuk menyambut tahun baru. Yang ada hanyalah suara hujan rintik-rintik yang membuat malam tahun baru itu bertambah gloomy. Kami hanya bisa menonton TV di hotel dan menyaksikan keramaian di luar sana, sementara di sini suasana sunyi ditelan hujan gerimis.

Esok hari, jam 5 pagi, kami sudah bergegas check-out dari hotel untuk menuju ke Kawah Ijen. Dinginnya air shower yang menusuk tulang tidak saya hiraukan. Maklum, tidak ada fasilitas pemanas air seperti hotel bintang di hotel yang sederhana ini. Yang penting mandi, sudah itu saja.

Mengapa berangkat pagi sekali?  Karena kami dengar pendakian di Kawah Ijen ini lebih baik dilakukan pada pagi hari, agar tidak kepanasan terkena sengatan matahari.

Perjalanan dari pusat kota Bondowoso ke Kawah Ijen memakan waktu cukup singkat, hanya 1,5 jam saja. Tetapi jangan kaget jika akses menuju ke Kawah Ijen harus melalui jalanan yang sempit dan bergeronjal. Ada beberapa pos yang harus dilewati ketika menuju Kawah Ijen. Di tiap pos tersebut, pengunjung diharuskan untuk melapor.

Ketika melewati pos pertama, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan Pegunungan Ijen yang sangat indah. Saya tidak mau melewatkan pemandangan tersebut, dan segera mengambil kamera  untuk berfoto-foto ria. Tidak lupa, kami juga mengisi perut kami yang keroncongan dengan membeli semangkuk bakso dan teh panas yang nikmat.


Di pos selanjutnya, terjadi sesuatu yang tidak kami inginkan (lagi). Ternyata mobil yang kami sewa juga mengalami kerusakan, tangki oli mobil ini bocor sehingga olinya menetes. Mau tidak mau, mobil tersebut harus dibawa ke tempat servis. Akhirnya kami harus menyewa mobil milik penduduk setempat untuk melanjutkan perjalanan kembali.

Sesampainya di Kawah Ijen, kami langsung membeli tiket dan bersiap-siap untuk mendaki. Pendakian ini akan memakan waktu 1-2 jam, tergantung kecepatan berjalan masing-masing orang. Jalan yang dilewati adalah jalan sirtu yang lebarnya sekitar 2 meter. Untuk menuju puncak kawah, kami harus berjalan melewati jalan sepanjang 3 km. Tetapi tenang saja, ada beberapa pos dan batang kayu yang bisa digunakan pengunjung untuk duduk dan beristirahat. Selama 30 menit pertama, jalan cukup datar dan mudah dijangkau. Namun perjalanan selanjutnya sungguh menguras tenaga kami karena jalan sangat menanjak, beberapa bahkan mempunyai tingkat kemiringan diatas 40 derajat.
 



Di sepanjang perjalanan, kita bisa menjumpai beberapa penambang belerang yang membawa keranjang berisi bongkahan belerang di kedua pundaknya. Jika dikira-dikira, beban yang harus dibawa oleh penambang tersebut mungkin sekitar 25 kg. Melihat perjuangan penambang belerang tersebut, saya menjadi semakin bersemangat dan tidak sabar agar segera sampai di puncak.



But, shit happens anywhere anytime. Mendung tebal bergelayut di atas pundak, menyebabkan udara menuju puncak bertambah lembab dan dingin. Angin yang bertiup kencang membuat napas saya semakin tersengal-sengal. Tidak berapa lama kemudian, hujan deras mengguyur, membuat kami berhenti di pos pendakian setelah melakukan pendakian selama 1 jam lebih. Tekad kami semakin melemah ketika pendaki yang turun, memanas-manasi kami dengan mengatakan bahwa puncak kawah tidak terlihat karena tertutup kabut. Akhirnya, kami memutuskan untuk turun. Badan kami basah kuyup karena nekat menerobos hujan. Ya, perjalanan ini gagal total karena kami belum bisa mencapai puncak dan melihat kawah. Tetapi belum bisa belum tentu tidak bisa, bukan?

Kekecewaan kami sedikit terobati setelah mengunjungi Air Terjun Banyupait yang letaknya di dekat Kawah Ijen. Air terjun tersebut terdiri dari batu-batuan pegunungan yang sangat besar, dan mempunyai aliran air yang cukup deras. Menciptakan sebuah pemandangan yang mampu membuat mata saya terpana.

Air Terjun Banyupait

Karena mobil mengalami kerusakan parah yang mengharuskannya diperbaiki, kami pun tidak bisa pulang. Beruntung, salah satu penduduk setempat menawarkan rumahnya untuk tempat kami menginap. Kami pun mengambil tawaran baik itu mengingat terbatasnya jumlah penginapan yang ada di wilayah tersebut.

Malamnya, saya masih merutuk dan menganggap hari itu sebagai hari paling sial yang pernah saya alami. Terjebak di tempat antah-berantah dengan mobil yang dua kali mogok dan tidak bisa sampai di Kawah Ijen bukan merupakan hal yang menyenangkan. Tetapi dalam hati, saya masih menyimpan keinginan untuk mencapai Puncak Kawah Ijen. Saya belum puas. Karena itulah, keesokan harinya, saya berniat untuk mendaki kawah ijen kembali dengan ditemani oleh keponakan sang pemilik rumah. Kali ini keluarga saya tidak ikut, mereka memilih untuk mengunjungi pemandian air panas. Tidak capek mendaki dua kali? Tentu saja capek, tapi keinginan kuat saya untuk sampai di puncak Kawah Ijen mengalahkan segalanya *ceilah*.

 Kondisi cuaca saat itu untungnya masih lebih baik dari kemarin, hanya sedikit mendung dan gerimis. Karena sudah mengenal medan, saya pun mendaki dengan lebih lancar. Namun tetap saja, setiap ada tempat perhentian, saya berhenti sejenak untuk mengambil napas yang terasa tersengal-sengal. Udara semakin tipis dan kabut yang menutupi jalur pendakian semakin pekat. Benar-benar perjalanan yang menguras tenaga. Tapi saya tidak mau menyerah. Akhirnya berbekal sisa tenaga yang masih tersisa, saya melanjutkan perjalanan yang semakin mendaki dan sangat curam. Kaki ini rasanya seperti tidak bisa bertumpu pada tempatnya lagi. Saat menemui sebuah warung makan, kami pun berhenti untuk membeli kopi dan mie instan.

Setelah melewati jalanan yang curam dan licin, akhirnya perjalanan pun lebih mulus dan datar. Senyum mengembang di bibir saya karena saya merasa tujuan saya semakin dekat. 

Dan akhirnya, setelah melewati perjalanan yang begitu panjang dan kegagalan yang sempat saya alami kemarin, saya berhasil sampai di Puncak Kawah Ijen! 





Guide pribadi. Mas Muji.
Pendakian panjang tersebut terasa tidak sia-sia ketika saya melihat pemandangan puncak Kawah Ijen yang begitu wonderful dan very breath-taking. Saking indahnya sampai saya tidak mampu berkata-kata. Di samping kanan saya terhampar permadani biru yang terlihat seperti riak air di samudera. Saya berada di atas awan, sepertinya. 


Dan inilah pemandangan yang saya tunggu-tunggu. Kawah Ijen dengan kawahnya yang berwarna hijau tosca dengan tebing-tebing mirip Grand Canyon di sekelilingnya. 

Kawah Ijen
Konon, saat malam hari Kawah Ijen mempunyai fenomena “blue flame”, yaitu api biru yang memancar karena reaksi belerang di dalam kawah. Fenomena ini hanya bisa ditemukan di dua tempat di dunia ini, yaitu di Irlandia dan Indonesia (Kawah Ijen). 
Bangga nggak tuh Indonesia punya tempat indah seperti ini? Sumber:Google

Setiap perjalanan tentunya memberikan pelajaran yang berharga. Begitu pula dengan perjalanan ini. Saya mendapat banyak pelajaran dan pemikiran baru yang pada akhirnya membuat saya lebih bersyukur akan hidup. Pendakian ini ibarat perjalanan hidup yang harus kita lalui. Ada jalan yang datar, memutar, menanjak, bahkan menukik tajam. Mungkin perjalanan itu tidak selalu mudah, akan selalu ada rintangan yang menghambat langkah kita. Mungkin rintangan itu sampai membuat kita terdepak keluar dari tujuan kita, dan merasa gagal. Namun akan selalu ada pilihan. Pilihan untuk menyerah dengan mimpi atau mencoba lagi setelah kita gagal. Saya memilih mencoba lagi. Kalau Anda?

Sekian catatan perjalanan saya.

Be grateful of your life, and don’t stop loving Indonesia!


(Bicara tentang judul entri ini, mungkin kalian ingat sama bukunya Alexander Thian yang berjudul “The Not So Amazing Life of Amrazing”. Saya juga suka blog-walking di blog nya yang banyak bercerita tentang hidup. Very recommended buat dijadiin referensi untuk nulis.)